Pasal 303 BIS ayat (2)
(2) Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat dua tahun sejak ada pemidanaan yang menjadi tetap karena salah-satu dari pelanggaran ini, dapat dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak lima belas juta rupiah.
Demikian informasi tentang Pasal 303 KUHP tentang apa. Semoga bermanfaat!
Bunyi Pasal 374 dan Pasal 375 UU 1/2023
Lebih lanjut, dalam UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[7] yaitu tahun 2026, tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas diatur dalam pasal-pasal berikut:
Pasal 374 jo. Pasal 79 ayat (1) huruf g
Setiap Orang yang memalsu mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara, dengan maksud untuk mengedarkan atau meminta mengedarkan sebagai uang asli dan tidak dipalsu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VII, yaitu Rp5 miliar.
Pasal 375 jo. Pasal 79 ayat (1) huruf g dan h
Lebih lanjut, berdasarkan Penjelasan Pasal 374 UU 1/2023, dalam ketentuan ini, uang yang dipalsu atau ditiru tidak hanya mata uang atau uang kertas Indonesia, tetapi juga uang negara asing. Hal ini didasarkan Konvensi Internasional mengenai uang palsu tahun 1929 yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan UU 6/1981 tentang pengesahan Konvensi Internasional tentang Pemberantasan Uang Palsu beserta Protokolnya (International Convention for The Suppression of Counterfeiting Currency and Protocol, Geneve 1929).
Ketentuan selengkapnya mengenai tindak pidana pemalsuan mata uang dan uang kertas, dapat Anda temukan dalam Pasal 374 s.d. Pasal 381 UU 1/2023.
Baca juga: Tak Tahu Uang Palsu, Bisakah Dipidana Jika Membelanjakannya?
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
[1] Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (“UU Mata Uang”)
[2] Pasal 1 angka 2 UU Mata Uang
[3] Efrita Amalia Assa (et.al). Tindak Pidana Pemalsuan Uang oleh Korporasi menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Jurnal Lex Crimen, Vol. X, No. 3, 2021, hal. 17
[4] Recky V. Ilat. Kajian Pasal 245 KUHP tentang Mengedarkan Uang Palsu kepada Masyarakat. Jurnal Lex Crimen, Vol. V, No. 5, 2016, hal. 79
[5] Eggi Suprayogi dan Yeni Nuraeni. Pertanggungjawaban Hukum terhadap Pelaku Penyimpanan Uang Rupiah Palsu dihubungkan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Presumption of Law, Vol. 3, No. 2, 2021, hal. 132
[6] Priscillia Tiffany Sutantyo. Penyimpanan Mata Uang Asing Palsu dan Penggunaan Uang Hasil Transfer Dana yang Bukan Miliknya (Suatu Tinjauan dari KUHP dan Undang-Undang No. 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana. Jurnal Hukum Pidana Islam, Vol. 6, No. 2, 2020, hal. 485
[7] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Tindak pidana fitnah diatur dalam Pasal 311 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, yang berbunyi:
Pasal 372 KUHP – Penggelapan dalam Jabatan
Meskipun tidak sepenuhnya masuk dalam kategori penipuan, pasal ini mengatur tentang penggelapan yang berkaitan dengan jabatan atau kepercayaan, yang seringkali juga disertai dengan tindakan penipuan. Isi Pasal 372 KUHP:
“Barang siapa yang dengan sengaja menggelapkan barang yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, yang dipercayakan kepadanya, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Penjelasan: Pasal ini berkaitan dengan penggelapan yang sering terjadi dalam konteks pekerjaan atau jabatan. Meskipun bukan penipuan dalam arti yang luas, penggelapan ini bisa melibatkan manipulasi atau kebohongan terkait harta yang dikelola.
Pasal Lain Tentang Perjudian: Pasal 303 BIS KUHP
Selain Pasal 303 KUHP tentang perjudian, adapun pasal lain yang mengatur hal serupa adalah Pasal 303 BIS KUHP. Isi pasal tersebut di antaranya:
Pasal 386 KUHP – Penipuan dalam Transaksi Perdagangan
Pasal 386 KUHP mengatur tentang penipuan yang terjadi dalam konteks transaksi perdagangan, seperti penjualan barang yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan atau penipuan terkait kualitas barang. Isi Pasal 386 KUHP:
“Barang siapa dalam transaksi perdagangan, dengan sengaja mengelabui pihak lain untuk membeli atau menerima barang yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”
Penjelasan: Pasal ini memberikan sanksi bagi siapa saja yang melakukan penipuan dalam perdagangan, seperti menjual barang palsu, barang dengan kualitas yang lebih rendah dari yang dijanjikan, atau menggunakan informasi yang menyesatkan.
Pasal-Pasal yang Mengatur tentang Penipuan dalam Hukum Pidana Indonesia
Penipuan merupakan salah satu tindak pidana yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, di mana pelaku mencoba untuk memperoleh keuntungan dengan cara menipu atau membujuk seseorang untuk menyerahkan sesuatu yang berharga. Dalam sistem hukum Indonesia, penipuan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang memberikan sanksi terhadap siapa saja yang terbukti melakukan penipuan. Berikut ini adalah beberapa pasal yang mengatur tentang penipuan dalam hukum pidana Indonesia.
Pasal 303 KUHP Ayat 1
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah, barang siapa tanpa mendapat izin:a. dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi dan menjadikannya sebagai pencarian, atau dengan sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk itu;b. dengan sengaja menawarkan atau memberi/ kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam perusahaan untuk itu, dengan tidak perduli apakah untuk menggunakan kesempatan adanya suatu syarat atau dipenuhinya suatu tata-cara;
Pasal 303 KUHP Ayat 2
(2) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencahannya, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian itu.
Unsur-unsur Pasal 362 KUHP
Berdasarkan bunyi Pasal 362 KUHP tersebut, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 249-250) menjelaskan bahwa Pasal 362 KUHP adalah “pencurian biasa”, dengan unsur-unsurnya sebagai berikut:
Mengambil untuk dikuasainya, maksudnya waktu pencuri mengambil barang itu, barang tersebut belum ada dalam kekuasaannya. Pengambilan (pencurian) itu sudah dapat dikatakan selesai, apabila barang tersebut sudah pindah tempat.
Barang di sini adalah segala sesuatu yang berwujud, termasuk pula binatang (manusia tidak termasuk). Dalam pengertian barang, termasuk pula “daya listrik” dan “gas”, meskipun tidak berwujud, akan tetapi dialirkan di kawat atau pipa. Lalu, barang ini tidak perlu mempunyai harga ekonomis.
Barang tersebut tidak perlu seluruhnya milik orang lain, cukup sebagian saja, sedangkan yang sebagian milik pelaku itu sendiri. Contohnya seperti sepeda motor milik bersama yaitu milik A dan B, yang kemudian A mengambil dari kekuasaan B lalu menjualnya. Akan tetapi bila semula sepeda motor tersebut telah berada dalam kekuasaannya kemudian menjualnya, maka bukan pencurian yang terjadi melainkan penggelapan.[4]
Unsur melawan hukum dalam rumusan Pasal 362 KUHP mengandung makna sebagai unsur melawan hukum yang subjektif, yaitu suatu perbuatan dapat disebut melawan hukum apabila perbuatan mengambil barang milik orang lain dengan maksud memilikinya, telah terbukti dilakukan berdasarkan dengan kehendak atau niat yang jahat dan orang yang melakukannya sadar telah melakukan perbuatan melawan hukum.[5]
Bunyi Pasal 303 dan Pasal 303 bis KUHP
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu apa arti judi. Menurut KBBI, judi adalah permainan dengan memakai uang atau barang berharga sebagai taruhan (seperti main dadu, kartu).
Selanjutnya, menurut Kartini Kartono dalam bukunya yang berjudul Patologi Sosial, perjudian adalah pertaruhan dengan sengaja, yaitu upaya mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai dengan menyadari adanya resiko dan harapan-harapan pada peristiwa-peristiwa, permainan, pertandingan, perlombaan, dan kejadian-kejadian yang tidak atau belum pasti hasilnya (hal. 58).
Kemudian, ketentuan mengenai tindak pidana perjudian diatur di dalam Pasal 303 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku. Berikut bunyi Pasal 303 KUHP:
Selain itu, tindak pidana perjudian diatur juga dalam Pasal 303 bis KUHP, sebagai berikut: