%PDF-1.5 %µµµµ 1 0 obj <> endobj 2 0 obj <> endobj 3 0 obj <>/XObject<>/ProcSet[/PDF/Text/ImageB/ImageC/ImageI] >>/MediaBox[ 0 0 595.4 841.8] /Contents 4 0 R/Group<>/Tabs/S>> endobj 4 0 obj <> stream xœWMo1½GÊð1Aªëñ÷rKɶ´¤¥´PUq@¨í© ¸ð÷™ï:Ù§¡vW»Þg{füÞÌ䤛NŽOA ˆîq:¡ð„ÓVº(H«�螧%žèv6�ÜÏÄü³è.¦“'Ÿt›YAɈp¥êg�±?ê©Üƒ4NhídÀ9�—V|Å)ÇçÏ_ž‚X~ÒòǧZ€Ù HÜ"àj!ô;s?»ž¹Ùûù‘�ÝÌÝl�×^‚‡[F¼£�·ø�>�⧽$è‚ÇÏæ ýãU?°ßq«¬36§$ˆFF4]GÙX²u�W¿·›½%#E²’6~G–œãk'ع«Í(¿¯ø~–Pû÷5do[2ÑX»½å ÉÆ!®'8’žîx¤ÀS6uÛZ@Òé:lO5ßDib%ÖéöÑrÖxÙÔb•—P‰uÁUÛàèt%˜€UX‹4•ëZ§«m°dS5(ß—¬Õ6Ê…ñJ["ÑH¤‹52=õÊMJh“v^¹íqëíU‹4U`Ló¢W› �Tq;‘±«ó>×´ØgÁ¬óÈ ¨7ƒîsøD·ŽuVTuhH_£‹fbÆõýŠÒú%4®¼Ž%ht»P ÐF•ŒÖ°‹w%3Œ1»ØæC /« .TD-A1!èÊU‘ þ%rAÐTÀ ±T6ôn¯‰‹>Ïví%½¶WH!ÁÙ¾e6íÏ™!D5VÀªçŠÏõ !7š¥xÂß5>Æ(¬[«°“Óg³éµïgº”:SŠ)c�ÚtPÌ]�A®µÔnŠŸÓÉã«é„õú«oæqÉq`ÂmêÚ•“ÖpWD½z䚃:ñ8‰PŸ^‰oIH{Š�G¸ðÇ/�Ô·Súcµ©ÏåÚšöMÒcáœÐÇÔð{»ì Ë4ÅuRβ?ÎN,³¬Òzû–z“1Å·Oóÿ:=ÇÝñŒ]çÿ﯂œbëšøuÉ‚‘�.¹´4üÿ }jÂ, endstream endobj 5 0 obj <> endobj 6 0 obj <> endobj 7 0 obj <> stream ÿØÿà JFIF ` ` ÿÛ C ' .)10.)-,3:J>36F7,-@WAFLNRSR2>ZaZP`JQROÿÛ C&&O5-5OOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOÿÀ
Menciptakan kebersihan di rumah sakit merupakan upaya yang cukup sulit dan bersifat kompleks berhubungan dengan berbagai aspek antara lain budaya/kebiasaan, prilaku masyarakat, kondisi lingkungan, sosial dan teknologi
Limbah medis sangat penting untuk dikelola secara benar, hal ini mengingat limbah medis termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan beracun. Sebagian limbah medis termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan sebagian lagi termasuk kategori infeksius. Limbah medis berbahaya yang berupa limbah kimiawi, limbah farmasi, logam berat, limbah genotoxic dan wadah bertekanan masih banyak yang belum dikelola dengan baik. Sedangkan limbah infeksius merupakan limbah yang bisa menjadi sumber penyebaran penyakit baik kepada petugas, pasien, pengunjung ataupun masyarakat di sekitar lingkungan rumah sakit. Limbah infeksius biasanya berupa jaringan tubuh pasien, jarum suntik, darah, perban, biakan kultur, bahan atau perlengkapan yang bersentuhan dengan penyakit menular atau media lainnya yang diperkirakan tercemari oleh penyakit pasien. Pengelolaan lingkungan yang tidak tepat akan beresiko terhadap penularan penyakit. Beberapa resiko kesehatan yang mungkin ditimbulkan akibat keberadaan rumah sakit antara lain: penyakit menular (hepatitis,diare, campak, AIDS, influenza), bahaya radiasi (kanker, kelainan organ genetik) dan resiko bahaya kimia.
Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi
D. Pemilahan dan Pewadahan Limbah Medis Padat
1. Pemilahan limbah medis harus dimulai dari sumber yang menghasilkan limbah.
2. Disediakan dua tempat sampah denga pedal (sampah medis dan non medis)
3. Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari limbah yang tidak dimanfaatkan kembali
4. Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidak. Wadah tersebut harus anti tusuk, anti bocor, ringan, tahan karat, permukaan rata dan tidak mudah untuk dibuka (dibeberapa RS mempergunakan jerigen dan diisi label)
5. Kantong plastik diangkat setiap hari atau kurang dari sehari bila sampah mencapai kapasitas 2/3 dari tempat sampah
6. Sangat dihindari limbah ini didaur ulang
7. Jenis wadah dan labelnya
8. Limbah sitotoksis disimpan dalam wadah yang kuat, anti bocor dan diberikan label dan tulisan “ Limbah Sitotoksis “
9. Semua limbah yang berasal dari kamar operasi dikategorikan sampah infeksius
E. Pengumpulan, Pengangkutan dan Pemusnahan Limbah Medis Padat
1. Pengumpulan limbah medis padat dari setiap ruangan menggunakan troli khusus yang tertutup
2. Penyimpanan limbah disesuaikan dengan iklim tropis yaitu :
a. Musim hujan : paling lama 48 jam ( 2 hari )
b. Musim panas : paling lama 24 jam
3. Sampah medis yang diangkut ke luar dari RS harus mempergunakan angkutan khusus.
4. Sampah medis padat dapat dihancurkan di incinerator dengan suhu diatas 1000 C
Demikian artikel tentang Pengelolaan Limbah Medis Padat di Rumah Sakit. Semoga bermanfaat.
Fasilitas publik dan penyedia layanan jasa publik, merupakan penunjang untuk kehidupan masyarakat sehari-hari. Tentu tempat-tempat publik tersebut juga menghasilkan limbah yang perlu dimanajemen agar tidak mencemari lingkungan. Begitu juga dengan rumah sakit. Limbah rumah sakit sendiri ada banyak jenisnya dan berbeda – beda pula cara manajemennya.
Apakah yang dimaksud dengan limbah rumah sakit? Banyak pengertian dari limbah rumah sakit, yakni: semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair dan gas. Ada pula yang mendefinisikan limbah rumah sakit sebagai semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non medis. Limbah rumah sakit yang berasal dari medis terdiri dari: limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi. Termasuk di dalamnya yakni limbah infeksius merupakan limbah yang terkontaminasi organisme patogen yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan.
Tidak hanya yang dihasilkan dari kegiatan medis, dikenal pula limbah padat non medis yang merupakan limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya. Penilaian limbah padat non medis dilakukan untuk memilah limbah padat non medis antara limbah yang dapat dimanfaatkan dengan limbah yang tidak dapat dimanfaatkan kembali. Selain itu pemilahan juga dilakukan untuk memilah antara limbah basah dan limbah kering
Limbah padat non medis juga memiliki kontainer atau wadah dengan kriteria – kriteria yang harus dipenuhi pula yang dimaksudkan agar limbah non medis tidak mencemari lingkungan sekitar. Kontainer limbah nonmedis terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan mempunyai permukaan yang mudah dibersihkan pada bagian dalamnya, misalnya fiberglass. Mempunyai tutup yang mudah dibuka dan ditutup tanpa mengotori tangan. Wadah juga harus memiliki minimal 1 (satu) buah untuk setiap kamar atau sesuai dengan kebutuhan. Limbah tidak boleh dibiarkan dalam wadahnya melebihi 1 x 24 jam atau apabila 2/3 bagian kantong sudah terisi oleh limbah, maka harus diangkut supaya tidak menjadi perindukan vektor penyakit atau binatang penganggu. Setelah diangkut dari wadah, selanjutnya, pengelolaan limbah padat non medis berlanjut dengan menaruh sampahdi penampungan limbah sementara menggunakan troli tertutup.
Penampungan limbah non medis berada di tempat penampungan sementara yang dipisahkan antara limbah yang masih dapat dimanfaatkan kembali dengan limbah yang tidak dapat dimanfaatkan kembali. Tempat penampungan tersebut harus memiliki syarat yakni tidak boleh menimbulkan bau yang tidak sedap, dan sebagai tempat wadah bersarangnya lalat, serta dilengkapi saluran untuk cairan lindi. Selain itu, tempat penampungan sementara harus kedap air, memiliki tutup yang baik, dan harus selalu tertutup bila sedang tidak diisi, sehingga memudahkan untuk dibersihkan. Lokasi penampungan limbah harus mudah dijangkau oleh kendaraan pengangkut limbah padat dan dikosongkan serta dibersihkan sekurang-kurangnya 1 x 24 jam.
Manajemen pengelolaan limbah padat non-medis RS Panti Rapih ini dibuang di TPA Piyungan, sedangkan untuk pegangkutannya, rumah sakit bekerjasama dengan pihak swasta. Proses pengangkutan dilakukan dengan menggunakan truck tertutup sehingga meminimalkan risiko potensial terhadap masyarakat dan lingkungan di daerah pemukiman. Proses pembuangan adalah open dumping dengan frekuensi pengangkutan setiap hari satu kali pengangkutan. Pelabelan dan warna tempat sampah di rumah sakit sudah disesuaikan dengan jenis limbah medis maupun non medis, akan tetapi pada prakteknya, masyarakat terkadang tidak mencermati hal – hal tersebut sehingga kadang ditemukan sampah – sampah yang salah letak atau tidak pada tempat seharusnya. Berikut ini merupakan contoh jenis limbah umum yang salah letak di RS Panti Rapih: sisa makanan masuk ke tempat sampah medis, tissue masuk sampah medis, gelas air mineral masuk sampah medis, botol minuman masuk sampah medis/botol, kertas masuk sampah medis, kardus bungkus obat.
Tanggung jawab pengelolaan limbah rumah sakit memang menjadi tanggung jawab dari pihak rumah sakit, tetapi membantu dan mendukung hal tersebut merupakan kewajiban bersama para pengguna fasilitas kesehatan rumah sakit. Hal ini dimaksudkan agar tercipta lingkungan sehat di rumah sakit yang dapat menjadi pendukung kesehatan pasien dan kesehatan bersama.
disusun oleh: Bayu Nuriyanto Aulady, AMKL (Penanggung Jawab Fasilitas Lingkungan RS Panti Rapih Yk)
%PDF-1.4 %âãÏÓ 1 0 obj << /Resources << /ProcSet [/PDF /ImageB] /XObject << /Im2 2 0 R /Im1 3 0 R /Im0 4 0 R /Im4 5 0 R /Im3 6 0 R >> >> /Rotate 0 /Type /Page /Contents 7 0 R /Parent 8 0 R /MediaBox [0.0 0.0 580.0 806.0] /CropBox [0.0 0.0 580.0 806.0] >> endobj 7 0 obj << /Filter /FlateDecode /Length 220 >> stream xœ=Ð;nÐ~OÁBøЧI™3¤HeE¾ÖÞ¸CH< s?¬›Þ„È´"a©@€,-"Ú¤ål’Þî„ Þ@éûv¼Þ„>~�¯ã~hWÎLä Z4NP}=Ôà�f|ÈÍX0Ù¢¤&\S‘Ñ©ÿ$†U÷"õugÌ™PÐ$UNÛ,ád–×J„OB:í핱ØjÁçÏò˜¢Œ{åëáu TÒœn[Ìåù¿·—M?GT¿ÊZ·*b$HYŸR*Úâ,{ƒ ÅÚÙµ-^`<Á?ÞpQ endstream endobj 4 0 obj << /Subtype /Image /Filter /DCTDecode /Width 400 /Height 64 /Length 5542 /BitsPerComponent 8 /ColorSpace /DeviceGray >> stream ÿØÿî Adobe d€ ÿÛ C $''''$25552;;;;;;;;;;ÿÀ @� ÿÄ Q !1A"Qaq2�‘¡Bð±ÁÑRbr#ñ3á‚’¢$ÿÚ ? ú >ÍÛŽ \W`q«ÄHmbP©´ù¨øÕÿ j~NÏÛu>ÿ û¥LôÌXtµqNåÙ-„Üf+‚ëUdá2ã¡Ž½ê«·gŠ»Ê{‡,�I‚è³,ÂÑq�ÇSÞªìm¼mzBk•.^ 9Ú`ùµ Ž±Ú�¾Ìtia/¬(LK`:øˆ™·¤|g nm:ßzàÊ,>{–°ƒ4ï«K݆ Úƒ$ »œÄH˜8ô�qõè¿(i´FÉ) ™WÐOOº»9ªÏÃÚU3pŒÈ…CK€JØÛEøã#‚ûvò!f”cò*,>›6ì>ꢸ٩ŒH¹ñœ†2ÇoXú¤S¢n<�s1X°+ÿ )Ǿ=cá\ºŽÅYÄî0Ù‡ˆ X¶Yòi‰Ÿ«©Ð‹Ê]lG!“añ;—²>Ò)_ûV-zÍzNþ/g+Qÿ �Rmš›fã°ÛÉYÀ�~—‘]œDÇk6Kù9a¶:ÅÌÜÂ×eQEQEÃÍA¿�š|–uíS±%Iö¬I!¤W.Ý\”Úu†!Yv *×¾O6QüésîH)íIÒš÷kÄ¿› ØÇëòù×QfeYHbÞ©$‚ßñÉ,fÍòý«6âþò�@J{‡¸7³o�hãé÷ŠÊ6Pä:Jfò½Åý*-´®¶ÒJ6ÄÔ¬DfÊ cþ êzÕþ/y´ÂÌ“#«ÆÂz÷ÈöW§EW8©dRH|…ÄŒÒ)yXP§<½ÒÙ• ä�X‘]ZRjUшÖ,¡ (‚*”Q\¿¸&�œxÚƒ)?äˆøúT4qô.ÇÑ¥Jê ª²d¤�’e—¢Ç ŽÀRÙ9‡Cm ´‘¿Û_#|Wü²P#å·…+¡x;vk {fC‹©p« éøSo]a.û䘱õ°µw¦ô}#x•VPÞ@© ‰¸=:Ö&Õݨ°·U#¸ •6ùŠ˜}
PENGOLAHAN LIMBAH MEDIS PADAT RUMAH SAKIT MENGGUNAKAN INSINERATOR
Admin dlh | 06 Februari 2024 | 4722 kali
Pengolahan Limbah Medis Padat Rumah Sakit Menggunakan Insinerator
Fasilitas pelayanan kesehatan yang salah satunya adalah rumah sakit memiliki kewajiban untuk menjaga lingkungan disekitar rumah sakit agar tidak mengalami pencercemaran. Rumah sakit seyogyanya mampu mengelola limbahnya baik dalam bentuk padat, cair, pasta maupun gas yang dapat mengandung mikroorganisme patogen bersifat infeksius, bahan kimia beracun, dan sebagian bersifat radioaktif. Limbah tersebut adalah limbah bahan berbahaya dan beracun (Limbah B3) yang dapat memengaruhi kesehatan manusia, memperburuk kelestarian lingkungan hidup apabila tidak dikelola dengan baik.
Salah satu cara pengelolaan limbah B3 rumah sakit (limbah medis padat) yaitu dengan membakar pada insinerator. Insinerator merupakan alat pemusnah sampah dengan cara pembakaran pada suhu tinggi (8000 – 1.0000C). Secara sistematis pengolahan tersebut baik bagi lingkungan, tetapi dalam penerapannya memerlukan pemenuhan persyaratan baik secara administrasi (perizinan) dan teknik sehingga tidak mengganggu lingkungan sekitar (sosial kemasyarakatan).
Kebijakan untuk mengolah limbah bahan berbahaya dan beracun atau B3 di Indonesia diatur dalam beberapa peraturan pemerintah dimana peraturan yang satu dengan yang lainnya saling melengkapi seperti berikut :
1. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
2. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.56/MENLHK-SETJEN/2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
3. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 6 Tahun 2021 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Sarana insinerator sebagai sarana pengelolaan limbah B3 dari kegiatan rumah sakit, melakukan pengelolaan dan pemantauan terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan dari operasional insinerator yang tertuang dalam dokumen lingkungan kegiatan rumah sakit.
Kegiatan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh rumah sakit merupakan kegiatan yang wajib dilengkapi dengan dokumen lingkungan berupa UKL-UPL yang telah memenuhi kesesuaian tata ruang, dan dilengkapi dengan persetujuan teknis yang meliputi pemenuhan baku mutu limbah cair, baku mutu emisi, analisis dampak lalu lintas dan rincian teknis pengelolaan limbah B3. Limbah B3 yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit wajib melakukan penyimpanan Limbah B3 dan dapat melakukan pengolahan limbah B3 dengan menggunakan insinerator.
Sehingga jika dilihat dari persyaratan administrasi maupun teknis, maka fasilitas insinerator pada rumah sakit harus memenuhi, yaitu:
1. Kesesuaian tata ruang/lokasi
Secara umum bahwa setiap usaha/kegiatan memanfaatkan ruang sesuai ketentuan yang tercantum dalam rencana tata ruang wilayah atau rencana detil tata ruang. Untuk kegiatan insinerator selain memenuhi ketentuan tersebut, juga wajib memenuhi kesesuaian lokasi, yaitu :
a. daerah bebas banjir
b. memiliki jarak aman, paling dekat
- 150 meter dari jalan utama;
- 300 meter dari daerah pemukiman, perdagangan, hotel, restoran, fasilitas keagamaan, fasilitas pendidikan dan fasilitas sosial;
- 300 meter dari garis pasang naik laut, sungai, danau, dan mata air
- 300 meter dari kawasan lindung
2. Dokumen lingkungan
Seperti yang disampaikan sebelumnya, kegiatan insinerator merupakan kegiatan penunjang atas kegiatan utama , yaitu kegiatan rumah sakit, sehingga dokumen lingkungannya merupakan dokumen lingkungan kegiatan rumah sakit yakni UKL-UPL yang didalamnya wajib memuat kegiatan insinerator. Kewenangan penerbitan persetujuan lingkungan kegiatan rumah sakit merupakan kewenangan pemerintah kabupaten/kota.
3. Rincian teknis penyimpanan limbah B3
Penghasil limbah B3 wajib melakukan penyimpanan limbah B3 seperti yang disebutkan pada PP 22 Tahun 2021 pasal 285 ayat (1). Oleh karenanya rumah sakit harus menyediakan fasiltas penyimpanan limbah B3 yang dihasilkan. Penyimpanan limbah B3 berupa rincian teknis yang memuat identitas limbah B3, dokumen tempat penyimpanan dan dokumen pengemasan limbah B3. Rincian teknis penyimpanan limbah B3 tersebut akan menjadi bagian dalam dokumen UKL-UPL.
4. Persetujuan teknis pengolahan limbah B3
Pengolahan limbah B3 rumah sakit yang dilakukan melalui proses termal (insinerator) wajib memiliki Persetujuan Teknis Pengolahan Limbah B3 yang kewenangan penerbitannya merupakan kewenangan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Persyaratan permohonan Persetujuan Teknis Pengolahan Limbah B3 meliputi persyaratan administrasi, teknis, dan SDM yang memiliki kompetensi di bidang pengelolaan limbah B3. Persyaratan tersebut secara detil disebutkan dalam PP Nomor 22 Tahun 2021 pasal 347 ayat (2) dan PermenLHK Nomor 6 Tahun 2021 pasal 126 sampai dengan pasal 134. Sedangkan untuk baku mutu emisi insinerator mengacu pada Baku Mutu Emisi Pengolahan Limbah B3 dengan Cara Termal Melalui Insinerator pada Permen LHK Nomor 6 Tahun 2021 Lampiran XIV. Dan ketika pembangunan pengolahan limbah B3 (insinerator) telah selesai, maka akan dilakukan verifikasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai dasar untuk penerbitan Surat Kelayakan Operasional (SLO) pengelohan limbah B3 (insinerator)
Untuk aspek operasional insinerator, jika mengutip hasil penelitian yang dilakukan I.G.A.B Adiputra, dkk (2019) dengan judul “Kajian Penggunaan Insinerator Untuk Mengelola Limbah Medis Padat di Denpasar”, dengan lokasi penelitian di Rumah Sakit Wangaya, Denpasar, diperoleh bahwa :
- Nilai investasi insinerator Rp 6,7 milyar
- Umur ekonomi alat 15 tahun
- Kapasitas pembakaran untuk sampah tercampur maksimal 45 kg/jam.
- Biaya operasional insinerator Rp 541 juta per tahun (biaya solar, listrik, gaji operator, biaya pemeliharaan)
- Penggunaan insinerator telah memenuhi persyaratan efisiensi >99,95% dan emisi gas buang telah memenuhi baku mutu yang ditetapkan.
Kesimpulannya bahwa pengolahan limbah B3 padat rumah sakit yang dilakukan melalui proses termal (insinerator) adalah contoh salah satu solusi untuk pengolahan limbah medis yang ramah lingkungan karena emisi gas buang dapat memenuhi baku mutu dan biaya pengolahan yang lebih murah.
PK ! Áj9ÆÍ > [Content_Types].xml ¢( ´UKoÛ0¾Ø0t-l¥=ç‡=v–agE¢mÖÓ&ÿ~”�iáDÙÚ\ÈÔ÷ )‰ÓÛ�i‹'Q;[³ëj °Ò)m—5û9¿/?³"¢°J´ÎBͶÙíìã‡é|ë!„¶±f+Dÿ…ó(W`D¬œK‘Æ#�–aɽ�ÄøÍdò‰Kg,–˜8Ølú ±n±¸ÛĞïŞÉoKV|í7&ši“º Å€iF!›2EÆ1Úø $¼oµHáOV½Ê¦ÜeR²ÛWÚÇ+J÷ˆBŠ¼LäPà8N9ygâ³*I~§î x„¡JñãD°6Tæê´ƒ‘]Óh >±ùà$ÄHÇ´Õ1BÛ}êG}صY@ äû¨³&"n[ˆïï ç=Sş—ÆÕ]Ó€¤K‘oŠ‰eª|ÕK`ój€Hõ>GäåU-s��;欅gXü¸˜‹ò¬‘Æ9´/Ñû�:k¬º�‡=sÖB2áúŒs÷�G¢'>Cßâ\,Z¸„ƒuÖÒ|Ş}ß^‰�æ”$=“�ÁùHó.üGÚûA“Ğ%½¿jFÍØ{;(Òˆys�!McjD›wÓö ÿÿ PK ! ‘·ó N _rels/.rels ¢( Œ’ÛJA†ïßaÈ}7Û "ÒÙŞH¡w"ë„™ìw̤ھ½£ ºPÛ^æôçËOÖ›ƒ›Ô;§<¯aYÕ Ø›`Gßkxm·‹PYÈ[š‚g GΰinoÖ/<‘”¡<Œ1«¢â³†A$>"f3°£\…ȾTº�I S�‘ÌõŒ«º¾ÇôWš™¦ÚY igï@µÇX6_Ö]7~ fïØˉÈaoÙ.b*lIÆr�j)õ,l0Ï%�‘b¬ 6ài¢ÕõDÿ_‹�…, ¡ ‰Ïó|uœZ^tÙ¢yǯ;!Y,}{ûCƒ³/h> ÿÿ PK ! HAÊÃ1 L word/_rels/document.xml.rels ¢( ¼XM�›0½Wê@¾/�ÉIµd/ÛJ{¨*µ©öˆ»`#ÛÛ6ÿ¾ÎRé†Ù—H”ñË{o>ÈíİŸªô~�Ò…aşŒx ™"�ÈÏİ—›5ñ´á"契#hr·ıøáö;”ÜØ/éCQkÏf:"cêO”êä ×¾¬AØ'™T7ö¨rZóä™ç@ƒÙlEU?Ù^äôÒˆ¨‡ÔŞ¿;Ööæ÷sË,+¸—ÉKÂ\¹‚•½Û&ä*‘ Ò‚7Aæ?Õ�z›»D!Kø¶‚ÄtH ÚCz"]Ó¯E¢¤–™‰¥JãMßÄ–yÜş°ÀOe2ˆt"¾BªlD°rIW&¥ÕqÕœ™o�5`H®ªåÖOdE¿œ|^Z‘js,A?æğ9ˬPº»ıÍ#GÀ\1Ò7+Ì7¡K Ra5ë±ÖF0²XàÃp©/0ë2§DŒTl�),]Ò5éEêhS6ã¿ŞœQ_9íFþZa¾ ì`�b�1N»‘x±3KÙ‘Õiqar8Uã4şk5ç‚9¥bdñ0´xÓ‡Í0ç8í5¿aÿŒ9m;�wzAT8§HF 7G…ZB®lÅïo®#‘†(R§;£±»oÇ~=Ò×Otec5È9fs¶qYl#5[bš9í úM5¶¬�r5
PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS RUMAH SAKIT
Admin rsud | 28 September 2017 | 121341 kali
Dalam upaya menigkatkan derajat kesehatan masyarakat, khususnya di kota-kota besar semakin meningkat pendirian rumah sakit (RS). Sebagai akibat kualitas efluen limbah rumah sakit tidak memenuhi syarat. Limbah rumah sakit dapat mencemari lingkungan penduduk di sekitar rumah sakit dan dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan dalam limbah rumah sakit dapat mengandung berbagai jasad renik penyebab penyakit pada manusia termasuk demam typoid, kholera, disentri dan hepatitis sehingga limbah harus diolah sebelum dibuang ke lingkungan (BAPEDAL, 1999).
SAMPAH dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sampah atau limbah klinis dan non klinis baik padat maupun cair. Bentuk limbah klinis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang terkandung di dalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut :
- Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radio aktif.
- Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut: Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif). Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular. Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi. Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik.Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat- obat yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi bersangkutan dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat- obatan.
- Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.
- Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida.
(Arifin. M, 2008 ; (online).
Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah non klinis atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini bisa berasal dari kantor / administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain). Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi. Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll). Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat patogen. Limbah rumah sakit seperti halnya limbah lain akan mengandung bahan-bahan organik dan anorganik, yang tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, pH, mikrobiologik, dan lain-lain. (Arifin. M, 2008 ; (online).
Pelayanan kesehatan dikembangkan dengan terus mendorong peranserta aktif masyarakat termasuk dunia usaha. Usaha perbaikan kesehatan masyarakat terus dikembangkan antara lain melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, penyediaan air bersih, penyuluhan kesehatan serta pelayanan kesehatan ibu dan anak. Perlindungan terhadap bahaya pencemaran dari manapun juga perlu diberikan perhatian khusus. Sehubungan dengan hal tersebut, pengelolaan limbah rumah sakit yang merupakan bagian dari penyehatan lingkungan dirumah sakit juga mempunyai tujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit infeksi nosoknominal dilingkungan rumah sakit, perlu diupayakan bersama oleh unsur-unsur yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan pelayanan rumah sakit. Unsur-unsur tersebut meliputi antara lain sebagai berikut :
- Pemrakarsa atau penanggung jawab rumah sakit
- Penanggung jasa pelayanan rumah sakit
- Para ahli pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran
- Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana fasilitas yang diperlukan.
Pengelolaan limbah rumah sakit yang sudah lama diupayakan dengan menyiapkan perangkat lunaknya yang berupa peraturan-peraturan, pedoman-pedoman dan kebijakan-kebijakan yng mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan dilingkungan rumah sakit.
Disamping peraturan-peraturan tersebut secara bertahap dan berkesinambungan Departemen Kesehatan terus mengupayakan dan menyediakan dan untuk pembangunan insilasi pengelolaan limbah rumah sakit melalui anggaran pembangunan maupun dari sumber bantuan dana lainnya. Dengan demikian sampai saat ini sebagai rumah sakit pemerintah telah dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan limabah, meskipun perlu untuk disempurnakan. Namun disadari bahwa pengelolaan limbah rumah sakit masih perlu ditingkatkan permasyarakatan terutama dilingkungan masyarakat rumah sakit. (Depkes RI, 1992).
Dalam profil kesehatan Indonesia, Departement Kesehatan, 1997 diungkapkan seluruh rumah sakit di Indonesia berjumlah 1090 dengan 121.996 tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100 Rumah Sakit di Jawa dan Bali menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 kg pertempat tidur perhari. Analisa lebih jauh menunjukkan produksi sampah (Limbah Padat) berupa limbah domestic sebesar 76,8 persen dan berupa limbah infeksius sebesar 23,2 persen. Diperkirakan secara nasional produksi sampah (Limbah Padat) Rumah Sakit sebesar 376.089 ton per hari dan produksi air limbah sebesar 48.985,70 ton per hari. Dari gambaran tersebut dapat dibayangkan betapa besar potensi Rumah Sakit untuk mencemari lingkungan dan kemungkinan menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit.
Rumah Sakit menghasilkan limbah dalam jumlah yang besar, beberapa diantaranya membahayakan kesehatan dilingkungannya. Di negara maju, jumlahnya diperkirakan 0,5-0,6 kg per tempat tidur rumah sakit perhari. Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini paling baik jika dilakukan dengan memilah-milah limbah kedalam kategori untuk masing-masing jenis kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminasi antrauma (Injuri)
Limbah Rumah Sakit mengandung bahan beracun berbahaya Rumah Sakit tidak hanya menghasilkan limbah organik dan anorganik, tetapi juga limbah infeksius yang mengandung bahan beracun berbahaya (B3). Dari keseluruhan limbah rumah sakit, sekitar 10 sampai 15 persen diantaranya merupakan limbah infeksius yang mengandung logam berat, antara lain mercuri (Hg). Sebanyak 40 persen lainnya adalah limbah organik yang berasal dari makanan dan sisa makan, baik dari pasien dan keluarga pasien maupun dapur gizi. Selanjutnya, sisanya merupakan limbah anorganik dalam bentuk botol bekas infus dan plastik. Temuan ini merupakan hasil penelitian Bapedalda Jabar bekerja sama dengan Departemen Kesehatan RI, serta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) selama tahun 1998 sampai tahun 1999. Keterbatasan dan mengakibatkan sampel yang diambil hanya dari dua rumah sakit di Jawa Barat, satu di rumah sakit pemerintah dan satunya lagi di rumah sakit swasta. Secara terpisah, mantan Ketua Wahana Lingkungan (Walhi) Jabar Ikhwan Fauzi mengatakan, volume limbah infeksius dibeberapa rumah sakit bahkan melebihi jumlah yang ditemukan Bapedalda. Limbah infeksius ini lebih banyak ditemukan di beberapa rumah sakit umum, yang pemeliharaan lingkungannya kurang baik (Pristiyanto. D, 2000).
Biasanya orang mengaitkan limbah B3 dengan industri. Siapa yang menyangka ternyata dirumah sakitpun menghasilkan limbah berbahaya dari limbah infeksius. Limbah infeksius berupa alat-alat kedokteran seperti perban, salep, serta suntikan bekas (tidak termasuk tabung infus), darah, dan sebagainya. Dalam penelitian itu, hampir di setiap tempat sampah ditemukan bekas dan sisa makanan (limbah organik), limbah infeksius, dan limbah organik berupa botol bekas infus. (Anonimous, 2009)
Limbah rumah sakit, khususnya limbah medis yang infeksius, belum dikelola dengan baik. Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah medis noninfeksius. Selain itu, kerap bercampur limbah medis dan nonmedis. Percampuran tersebut justru memperbesar permasalahan limbah medis.
Kepala Pusat Sumber Daya Manusia dan Lingkungan Universitas Indonesia Dr Setyo Sarwanto DEA mengutarakan hal itu kepada Pembaruan, Kamis pekan lalu, di Jakarta. Ia mengatakan, rata-rata pengelolaan limbah medis di rumah sakit belum dilakukan dengan benar. Limbah medis memerlukan pengelolaan khusus yang berbeda dengan limbah nonmedis. Yang termasuk limbah medis adalah limbah infeksius, limbah radiologi, limbah sitotoksis, dan limbah laboratorium.
Limbah infeksius misalnya jaringan tubuh yang terinfeksi kuman. Limbah jenis itu seharusnya dibakar, bukan dikubur, apalagi dibuang ke septic tank. Pasalnya, tangki pembuangan seperti itu di Indonesia sebagian besar tidak memenuhi syarat sebagai tempat pembuangan limbah. Ironisnya, malah sebagian besar limbah rumah sakit dibuang ke tangki pembuangan seperti itu.
Kenyataannya, banyak tangki pembuangan sebagai tempat pembuangan limbah yang tidak memenuhi syarat. Hal itu akan menyebabkan pencemaran, khususnya pada air tanah yang banyak dipergunakan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari. Setyo menyebutkan, buruknya pengelolaan limbah rumah sakit karena pengelolaan limbah belum menjadi syarat akreditasi rumah sakit. Sedangkan peraturan proses pembungkusan limbah padat yang diterbitkan Departemen Kesehatan pada 1992 pun sebagian besar tidak dijalankan dengan benar.
Jenis-jenis limbah rumah sakit meliputi bagian sebagai berikut ini :
- Limbah klinik
Limbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin pembedahan dan di unit-unit resiko tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman dan populasi umum dan staf Rumah Sakit. Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai resiko tinggi. Contoh limbah jenis tersebut ialah perban atau pembungkusyang kotor, cairan badan, anggota badan yang diamputasi, jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urine dan produk darah.
- Limbah patologi
Limbah ini juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya diautoclaf sebelum keluar dari unit patologi. Limbah tersebut harus diberi label biohazard.
- Limbah bukan klinik
Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkontak dengan cairan badan. Meskipun tidak menimbulkan resiko sakit, limbah tersebut cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut dan menbuangnya.
- Limbah dapur
Limbah ini mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor. Berbagai serangga seperti kecoa, kutu dan hewan pengerat seperti tikus merupakan gangguan bagi staf maupun pasien di Rumah Sakit.
- Limbah radioaktif
Walaupun limbah ini tidak menimbulkan persoalan pengendalian infeksi di rumah sakit, pembuangan secara aman perlu diatur dengan baik. Pemberian kode warna yang berbeda untuk masing-masing sangat membantu pengelolaan limbah tersebut
Berikut adalah tabel yang menyajikan contoh sistem kondisifikasi limbah rumah sakit dengan menggunakan warna :
Agar kebijakan kodifikasikan menggunakan warna dapat dilaksanakan dengan baik, tempat limbah diseluruh rumh sakit harus memiliki warna yang sesuai, sehingga limbah dapat dipisah-pisahkan ditempat sumbernya.
Pengolahan limbah RS Pengelolaan limbah RS dilakukan dengan berbagai cara. Yang diutamakan adalah sterilisasi, yakni berupa pengurangan (reduce) dalam volume, penggunaan kembali (reuse) dengan sterilisasi lebih dulu, daur ulang (recycle), dan pengolahan (treatment) (Slamet Riyadi, 2000).
Berikut adalah beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan kodifikasi dengan warna yang menyangkut hal-hal berikut :
- Limbah harus dipisahkan dari sumbernya
- Semua limbah beresiko tinggi hendaknya diberi label jelas
- Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda yang menunjukkan kemana kantong plastik harus diangkut untuk insinerasi aau dibuang (Koesno Putranto. H, 1995).
Dibeberapa Negara kantung plastik cukup mahal sehingga sebagai gantinya dapat digunkanan kantung kertas yang tahan bocor (dibuat secara lokal sehingga dapat diperloleh dengan mudah) kantung kertas ini dapat ditempeli dengan strip berwarna, kemudian ditempatkan ditong dengan kode warna dibangsal dan unit-unit lain.
- Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah terisi 2/3 bagian. Kemudian diikiat bagian atasnya dan diberik label yang jelas
- Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga jika dibawa mengayun menjauhi badan, dan diletakkan ditempat-tempat tertentu untuk dikumpulkan
- Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan warna yang sama telah dijadikan satu dan dikirimkan ketempat yang sesuai
- Kantung harus disimpan pada kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan hewan perusak sebelum diangkut ketempat pembuangan.
Kantung limbah dipisahkan dan sekaligus dipisahkan menurut kode warnanya. Limbah bagian bukan klinik misalnya dibawa kekompaktor, limbah bagian Klinik dibawa keinsenerator. Pengangkutan dengan kendaraan khusus (mungkin ada kerjasama dengan dinas pekerja umum) kendaraan yang digunakan untuk mengangkut limbah tersebut sebaiknya dikosongkan dan dibersihkan setiap hari, jika perlu (misalnya bila ada kebocoran kantung limbah) dibersihkan dengan menggunakan larutan klorin.
Setelah dimanfaatkan dengan konpaktor, limbah bukan klinik dapat dibuang ditempat penimbunan sampah (Land-fill site), limbah klinik harus dibakar (insenerasi), jika tidak mungkin harus ditimbun dengan kapur dan ditanam limbah dapur sebaiknya dibuang pada hari yang sama sehingga tidak sampai membusuk.
(Bambang Heruhadi, 2000).
Rumah sakit yang besar mungkin mampu memberli inserator sendiri, insinerator berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300-1500 ºC atau lebih tinggi dan mungkin dapat mendaur ulang sampai 60% panas yang dihasilkan untuk kebutuhan energi rumah sakit. Suatu rumah sakit dapat pula mempertoleh penghasilan tambahan dengan melayani insinerasi limbah rumah sakit yang berasal dari rumah sakit yang lain. Insinerator modern yang baik tentu saja memiliki beberapa keuntungan antara lain kemampuannya menampung limbah klinik maupun limbah bukan klinik, termasuk benda tajam dan produk farmasi yang tidak terpakai lagi.
Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun dengan kapur dan ditanam. Langkah-langkah pengapuran (Liming) tersebut meliputi sebagai berikut :
(Setyo Sarwanto, 2003).
Perlu diingat, bahan yang tidak dapat dicerna secara biologi (nonbiodegradable), misalnya kantung plastik tidak perlu ikut ditimbun. Oleh karenanya limbah yang ditimbun dengan kapur ini dibungkus kertas. Limbah-limbah tajam harus ditanam.
Limbah bukan klinik tidak usah ditimbun dengan kapur dan mungkin ditangani oleh DPU atau kontraktor swasta dan dibuang ditempat tersendiri atau tempat pembuangan sampah umum. Limbah klinik, jarum, semprit tidak boleh dibuang pada tempat pembuangan samapah umum.
Semua petugas yang menangani limbah klinik perlu dilatih secara memadai dan mengetahui langkah-langkah apa yang harus dilakukan jika mengalami inokulasi atau kontaminasi badan. Semua petugas harus menggunakan pakaian pelindung yang memadai, imunisasi terhadap hepatitis B sangat dianjurkan dan catatan mengenai imunisasi tersebut sebaiknya tersimpan dibagian kesehatan kerja (Moersidik. S.S, 1995).
Kegiatan rumah sakit yang sangat kompleks tidak saja memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitarnya tetapi juga mungkin dampak negatif itu berupa cemaran akibat proses kegiatan maupun limbah yang dibuang tanpa pengelolaan yang benar. Pengelolaan limbah rumah sakit yang tidak baik akan memicu resiko terjadinya kecelakaan kerja dan penularan penyakit dari pasien ke pasien yang lain maupun dari dan kepada masyarakat pengunjung rumah sakit. Oleh kerna itu untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada dilingkungan rumah sakit dan sekitarnya perlu kebijakan sesuai manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dengan melaksanakan kegiatan pengelolaan dan monitoring limbah rumah sakit sebagai salah satu indikator penting yang perlu diperhatikan.
Rumah sakit sebagai institusi yang sosial ekonominya kerena tugasnya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat tidak terlepas dari tanggung jawab pengelolaan limbah yang ditimbulkan.
BAPEDAL. 1999. Peraturan tentang Pengendalian Dampak Lingkungan.
Arifin.M, 2008, Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan. FKUI
Depkes RI. 2002. Pedoman Umum Hygene Sarana dan Bangunan Umum.
Departemen Kesehatan RI. 1992. Peraturan Proses Pembungkusan Limbah Padat.
Departement Kesehatan RI. 1997. Profil Kesehatan Indonesia.
Anonimous. 2009. Limbah. Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sarwanto, Setyo. 2009. Limbah Rumah Sakit Belu Dikelolah Dengan Baik. Jakarta : UI Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1995. Pedoman Teknik Analisa Mengenai dampak Lingkungan Rumah Sakit.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Kep. 58/Menlh/12/1995 Tentang Baku Mutu Kegiatan Rumah Sakit.
Kusnoputranto, H. 1993. Kualitas Limbah Rumah Sakit dan Dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan dalam Seminar Rumah Sakit. Pusat Penelitian Sumberdaya Manusia dan Lingkungan, Universitas Indonesia Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993. Mikrobiologi Kedokteran
Kusnoputranto, H. 1995. Bahan Toksik di Air dalam Toksikologi Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Prasojo, D. 2008. Produk Kreatif Dari Limbah RS Buat Anak-anak Tetapi Mengandung Maut. KARS-FKMUI.
Slamet Riyadi. 2000. Loka Karya Alternatif Ekologi Pengelolaan Sanitasi dan Sampah. Alkatiri, S. 2009. Efektivitas Hasil Pengelolan Air Limbah Rumah Sakit. UnAir.
Moersidik, S.S. 1995, Pengelolaan Limbah Teknologi Pengelolaan Limbah Rumah Sakit dalam Sanitasi Rumah Sakit, Pusat Penelitian Kesehatan Lembaga Penelitian Universitas Indonesia. Depok.
Mentri Negara Lingkungan Hidup. 2004. Kajian Dampak Lingkungan.
Perbedaan Limbah Padat Domestik Dan Limbah Padat Non Domestik
Keywords: Limbah medis, limbah non-medis, pengelolaan
Rumah Sakit Budi Agung sebagai fasilitas pelayanan kesehatan menghasilkan limbah medis dan non medis. Diperkirakan jumlah timbulan limbah medis dan non medis meningkat pada saat pandemik covid 2019. Menurut data timbulan limbah padat Rumah Sakit Budi Agung tahun 2019 ditemukan berat terendah sebanyak 710 kg dengan jumlah wadah plastik sebanyak 30 buah, kemudian tertinggi dengan berat 3.001 kg dengan jumlah wadah plastik sebanyak 100 buah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui proses pemilahan dan pewadahan limbah padat medis dan non medis di Rumah Sakit Budi Agung. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Informan sebagai sampel dalam penelitian sebanyak 4 orang, penarikan sampel dengan menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan informan terkait pengelolaan limbah padat medis belum sepenuhnya sesuai. Penggunaan APD yang tidak sesuai dalam pengelolaan limbah padat dapat menyebabkan peningkatan penyebaran covid dalam lingkup Rumah sakit, selain itu penggunaan disinfektan dalam pembersihan troli sebagai pengangkut limbah padat sebagai pencegahan terjadinya kontaminasi penyebaran covid-19.
Amrullah. (2019). Analisa Pengelolaan Limbah Medis. Jurnal Husada Mahakam, IV(8), 453–464 Arisma, Nova (2021). Gambaran Pengelolaan Limbah Medis Padat Di Rumah Sakit Hi Muhammad Yusuf Kalibalangan Kotabumi Tahun 2019. Ruwa Jurai: Jurnal Kesehatan Lingkungan, 15, 85-91. Damanhuri, 1994, Diktat Kuliah TL-3150 Pengelolaan Sampah. Program studi teknik lingkungan, FTSL, ITB. Bandung. Indonesia, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta Ismayanti, A., Amelia, A. R., & Rusydi, A. R. (2020). Pengelolaan Limbah Medis Padat Di Rumah Sakit Umum Daerah Mamuju Provinsi Sulawesi Barat. Window of Health : Jurnal Kesehatan, 3(1), 73–85 Jawawi, Kusumastuti I, Kustomi ER. Analisis Pengelolaan Limbah Medis Padat Di Rumah Sakit Umum Daerah CibinongTahun 2021. Dohara Publ Open Access J 2021;01:84–92. Kemenkes RI. 2019. Profil Kesehatan Indonesia 2019. Jakarta: Kemenkes RI Nurwahyuni, TN., Fitria, L, Umboh, O., Katiandagho, D. (2020). Pengolahan limbah medis covid-19 pada rumah sakit covid-19. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol.10,No.2.,pp.52- 59.https://ejurnal.poltekkesmanado.ac.id/index.php/jkl Prasetiawan, T. 2020. Permasalahan Limbah Medis Covid-19 di Indonesia. Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, Vol.XII, No.9/I/Puslit/Mei/2020: 13- 18. puslit.dpr.go.id. Putri dan Aldilla. (2020). Studi Tentang Pengelolaan Limbah Medis di Rumah Sakit Sahabat, Kabupaten Pasuruan. Jurnal Mitra Manajemen, 4(11), 1558– 1572. World Health Organization. The World Health Report (2010).